TERPENOID
A. ASAL USUL TERPENOID
2. Apa yang membedakan antara terpenoid dengan dengan fenolik sedangkan dikatakan bahwa fungsi keduanya sama yaitu merusak struktur dinding sel dan mengubah permeabilitas membran sitoplasma sel. Apakah terpenoid dan fenolik memiliki struktur atau gugus yang sama sehingga memiliki fungsi yang sama pula dalam mencengah bakteri atau kanker ?
3. selain pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi apa saja yang dapat digunakan untuk menguji terpenoid dalam ekstrak tesebut, dan apa saja perbedaannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard??
Pada mulanya, para ahli kimia mengajukan hipotesa bahwa sintesa terpenoid in vivo dalam jaringan organism melibatkan secara langsung senyawa isoprene. Hipotesa ini didukung oleh penemuan bahwa (+) atau (-) limonene dan (+) – limonene (disebut juga dipenten) pada pirolisa dapat menghasilkan isoprene. Begitu pula dua unit isoprene pada pemanasan dapat menghasilkan dipenten melalui reakasi Diels-Alder.
Monoterpen
Seskuiterpen
Diterpen
Politerpen
Terpenoid tidak teratur
Monoterpen
Seskuiterpen
Diterpen
Politerpen
Terpenoid tidak teratur
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpena dan sesquiterepena yg mudah menguap (C10 dan C15), diterpena menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40). Masing-masing golongan terpenoid itu penting, baik dalam pertumbuhan dan metabolisme maupun pada ekologi tumbuhan. Terpenoid merupakan unit isoprena (C5H8). Terpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 siklik yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alcohol, aldehid atau atom karboksilat. Mereka berupa senyawa berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optic yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya.
B. STRUKTUR TERPENOID
Terpen-terpen adalah suatu golongan senyawa yang sebagian besar terjadi dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Hanya sedikit sekali terpen-terpen yang diperoleh dari sumber-sumber lain. Monoterpen-monoterpen dan seskuiterpen adalah komponen utama dari minyak menguap atau minyak atsiri. Minyak menguap ini diperoleh dari daun atau jaringan-jaringan tertentu dari tumbuh-tumbuhan atau pohon-pohonan. Minyak atsiri adalah bahan yang mudah menguap, sehingga ia mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan. Salah satu cara yang paling popular untuk memisahkan minyak atsiri dari jaringan tumbuh-tumbuhan ialah penyulingan. Senyawa-senyawa di dan triterpen tidak dapat diperoleh dengan jalan destilasi uap, tapi diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan tanaman karet atau resin dengan jalan isolasi serta metoda pemisahan tertentu.
Perbandingan banyaknya atom karbon dan atom hydrogen dalam terpen adalah 5 : 8. Terpen tersusun dari senyawa – senyawa yang mengandung gabungan kepala ke ekor dari satuan kerangka isoprene (kepala adalah ujung yang terdekat ke cabang metil). Untuk menekankan hubungan dengan isoprene ini maka terpen juga disebut isoprenoid.terpan mengandung 2,3 atau lebih satuan isoprene.
Secara umum terpenoid terdiri dari unsur-unsur C dan H dengan rumus molekul umum (C5H8)n.
Terpenoid didefinisikan sebagai produk alami yang strukturnya dibagi menjadi beberapa unit isoprene, karena itu senyawa ini disebut juga isoprenoid (C5H8). Unit isoprene disusun atas asetat melalui jalur asam mevalonat dan dihubungkan dengan rantai karbon yang mengandung 2 ikatan tak jenuh.
Selama penyusunan terpenoid, dua unit isopren mengalami kondensasi antara kepala dan ekor. Terpenoid yang tersusun atas 2 isopren membentuk senyawa golongan monoterpenoid (C10H16). Sesquiterpen (C15H24) tersusun atas 3 unit isoprene, diterpenoid (C20H32) tersusun atas 4 unit isoprene, sesterpen (C25H40) tersusun atas 5 isopren, triterpenoid (C30H42) tersusun atas 6 unit isopren, dan tetraterpen (C40H64) tersusun atas 8 isopren.
C. SKRINING FITOKIMIA
Skrining fitokimia atau penapisan kimia adalah tahapan awal untuk mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, krna pada tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang dikandung tumbuhan yang sedang kita uji/teliti.
Metode yang digunakan dalam skrining fitokimia harus memiliki persyaratan :
- metodenya sederhana dan cepat
- peralatan yang digunakan sesedikit mungkin
- selektif dalam mengidentifikasi senyawa-senyawa tertentu
- dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan senyawa tertentu dalam kelompok senyawa yang diteliti.
Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan cara:
- uji warna
- penentuan kelarutan
- bilangan Rf
- ciri spektrum UV
- namun secara umum penentuan golongan senyawa kimia dilakukan denga cara uji warna dengan menggunakan pereaksi yang spesifik karena dirasakan lebih sederhana.
Senyawa kimia berdasarkan asal biosintesis, sifat kelarutan, gugus fungsi digolongkan menjadi :
- Senyawa fenol, bersifat hidrofil, biosintesisnya berasal dari asam shikimat
- terpenoid, berasal dari lipid, biosintesisnya berasal dari isopentenil pirofosfat
- asam organik, lipid dan sejenisnya, biosintesisnya berasal dari asetat
- senyawa nitrogen, bersifat basa dan bereaksi positif terhadap ninhidrin atau dragendorf
- gula dan turunannya
- makromolekul, umumnya memiliki bobot molekul yang tinggi
Sedangkan berdasarkan biogenesisnya senyawa bahan alam dikelompokkan menjadi :
- Asetogenin : flavonoid, lipid, lignan, dan kuinon
- karbohidra : monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida
- isoprenoid : tepenoid, steroid, karotenoid
- senyawa mengandung nitrogen : alkaloid, asam amino, protein, dan nukleat
Dari semua kelompok senyawa, skrining fitokimia umumnya hanya dilakukan terhadap kelompok senyawa fenol, terpenoid, dan senyawa nitrogen.
1. senyawa fenol
Senyawa fenol ditandai dengan struktur cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. cendrung mudah larut dalam air, contoh senyawa : polifenol, flavonoid, tanin dan quinon
2. senyawa terpenoid
terpenoid tersusun dari molekul unit isoprena (C5), digolongkan berdasarkan jumlah isoprena dari senyawa tersebut, seperti: monoterpen, dua isopren (C10), tiga isopren (C15), empat (C20), C25, C30, C35, C40 :
- monoterpen (C10) dan seskuiterpen (C15) : mudah menguap, komponen minyak atsiri
- diterpen (C20) : lebih sukar menguap
- triterpen (C30) : sterol dan saponin (senyawa yang tidak menguap)
- pigmen karetonoid : tetraterpenoid (C40)
3. senyawa nitrogen
senyawa nitrogen yang ada pada tumbuhan seperti : asam amino, amina, alkaloid, glikosida, sianogen, porfirin, purin, piridin, sitokinin dan klorofil (pigmen porifirin), tetapai kelah terbesar dari senyawa nitrogen adalah alkaloid.
Masalah pada skrining fitokimia biasanya adalah kesalahan menafsirkan hasil analisis pengujian/skrining, seperti :
- reaksi positif palsu adalah hasil pengujian menyatakan ada (positif), tapi sebenarnya tidak ada (negatif), hal ini bisa disebabkan kesalahan alat, atau pengaruh senyawa yang memiliki kesamaan sifat maupun struktur atom yang identik
- reaksi negatif palsu adalah hasil pengujian menyatakan tidak ada (negatif), tapi sebenarnya ada (positif), hal ini bisa disebabkan kurang sensitifnya alat, atau karena kadar didalam bahan uji terlalu sedikit, atau bahan ujinya (ekstrak simplisia) tidak memenuhi syarat, oleh karena itu senyawa yang tadinya ada hilang/rusak karna reaksi enzimatik maupun hidrolisis.
D. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI TERPENOID
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan maserasi. Sekletasi dilakukan dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering yang akan diuji dengan 5L n-hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas bakteri. Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol. Ekstrak methanol dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M. Hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas bakteri. Uji aaktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2 mL Meller-Hinton broth kemudian diinkubasi bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C.suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Mueller-Hinton agar secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap baketri.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform setelah. Alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut ini dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk.
E. BIOAKRTIVITAS PADA TERPENOID
Lumut termasuk ke dalam jenis tumbuhan tingkat rendah yang umumnya tumbuh di tempat-tempat basah dan lembab. Tumbuhan lumut sering disebut sebagai tumbuhan perintis, karena kemampuannya yang dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan. Dalam bidang medis, pemanfaatan tumbuhan lumut sebagai obat tradisional telah lama digunakan masyarakat di negara Cina, Eropa, dan Amerika Utara. Di Indonesia, penelitian-penelitian terkait kandungan bioaktif lumut masih sangat kurang. Padahal dari segi letak geografisnya Indonesia berada di iklim tropis yang memiliki beragam jenis tumbuhan lumut. Sejak awal ditemukannya bakteri-bakteri resisten antibiotik, eksplorasi terhadap sumber-sumber baru antibakteri terus dilakukan. Hal ini disebabkan bahwa bakteri resisten antibiotik tidak dapat diaktifkan menggunakan antibiotik yang ada (komersil), walaupun diberikan dalam dosis tinggi. Ekplorasi-eksplorasi yang dilakukan diantaranya adalah dengan mengekstrak berbagai bahan alami asal tumbuhan, salah satunya yaitu tumbuhan lumut. Tumbuhan lumut diketahui memiliki kandungan senyawa bioaktif dengan beragam aktivitas biologis. Beberapa aktivitas biologis yang teramati antara lain adalah bersifat sebagai antitumor, antikanker, antivirus, antikapang, dan antibakteri. Potensi ini perlu untuk dikembangkan, terutama sebagai sumber alternatif baru antibakteri.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa kandungan bioaktif lumut sebagian besar teridentifikasi sebagai senyawa fenolik dan terpenoid. Senyawa fenolik adalah substansi yang mempunyai cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil sehingga sifatnya mudah larut dalam pelarut polar. Beberapa contoh dari senyawa fenolik adalah fenolik sederhana, asam fenolik, quinon, flavonoid, flavon, flavonol, dan tanin. Berbeda halnya dengan senyawa terpenoid, senyawa ini merupakan senyawa utama penyusun fraksi minyak atsiri dalam tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri dari monoterpenoid, sesquiterpenoid, diterpenoid, dan triterpenoid. Senyawa fenolik dan terpenoid memiliki sifat dan aktivitas antibakteri yang berbeda. Akan tetapi, secara umum mekanisme antibakteri kedua senyawa tersebut adalah dengan merusak struktur dinding sel dan mengubah permeabilitas membran sitoplasma sel. Perubahan dan kerusakan yang terjadi selanjutnya akan menyebabkan kebocoran bahan-bahan intraseluler dan terganggunya sistem metabolisme sel. Untuk memperoleh kandungan senyawa bioaktif pada tumbuhan, faktor penting yang harus diperhatikan adalah metode ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu senyawa tertentu menggunakan pelarut organik berdasarkan derajat polaritasnya. Pemilihan metode ekstraksi yang sesuai sangat menentukan kualitas dari senyawa antibakteri yang akan dihasilkan. Salah satu metode ekstraksi yang umum digunakan untuk mengekstrak senyawa bioaktif pada tumbuhan adalah metode ekstraksi bertingkat. Dalam metode ini proses ekstraksi terbagi dalam tiga tahap. Proses ekstraksi tahap pertama dan kedua dilakukan dengan menggunakan pelarut non polar (n-heksana, sikloheksana, toluena, dan kloroform) dan semi polar (diklorometan, dietil eter, dan etil asetat), sedangkan proses ekstraksi tahap ketiga menggunakan pelarut polar (metanol, etanol dan air).
Salah satu jenis tumbuhan lumut yang sering diteliti kandungan bioaktifnya karena berfungsi sebagai antibakteri adalah Marchantia polymorpha. Menurut Asakawa, seorang peneliti asal Universitas Tokushima Bunri Jepang, M. polymorpha termasuk ke dalam kelas lumut hati (hepaticae). Sifat antibakteri ekstrak lumut M. polymorpha dipengaruhi kuat oleh senyawa fenolik sederhana yang disebut Marchantin A. Lebih lanjut, sebagai perbandingan Asakawa menyatakan bahwa untuk mendapatkan 120 gram senyawa Marchantin A dalam bentuk murni, maka dibutuhkan sebanyak 6,67 kilogram bahan lumut dalam bentuk kering. Penelitian lainnya terkait bioaktivitas tumbuhan lumut adalah pengujian ekstrak lumut Plagiochasma commutata terhadap beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penelitian ini dilakukan oleh Ilhan, seorang peneliti asal Universitas Osmangazi Turki. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ekstrak dari lumut P. commutata memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri uji yang digunakan. Bakteri uji Gram positif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Bacillus mycoides, B. cereus, B. subtilis, dan Micrococcus luteus, sedangkan bakteri uji Gram negatif, meliputi: Klebsiella pneumoniae, Yersinia enterocolitica, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Enterobacter aerogenes.
Hasil-hasil dari penelitian di atas memberi gambaran singkat bahwa ekstrak tumbuhan lumut memiliki aktivitas biologis sebagai antibakteri. Antibakteri yang diperoleh ini nantinya diharapkan dapat digunakan secara luas dalam dunia medis. Terlebih lagi sebelumnya mengingat bahwa kondisi wilayah Indonesia memiliki beragam jenis tumbuhan lumut yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa kandungan bioaktif lumut sebagian besar teridentifikasi sebagai senyawa fenolik dan terpenoid. Senyawa fenolik adalah substansi yang mempunyai cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil sehingga sifatnya mudah larut dalam pelarut polar. Beberapa contoh dari senyawa fenolik adalah fenolik sederhana, asam fenolik, quinon, flavonoid, flavon, flavonol, dan tanin. Berbeda halnya dengan senyawa terpenoid, senyawa ini merupakan senyawa utama penyusun fraksi minyak atsiri dalam tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri dari monoterpenoid, sesquiterpenoid, diterpenoid, dan triterpenoid. Senyawa fenolik dan terpenoid memiliki sifat dan aktivitas antibakteri yang berbeda. Akan tetapi, secara umum mekanisme antibakteri kedua senyawa tersebut adalah dengan merusak struktur dinding sel dan mengubah permeabilitas membran sitoplasma sel. Perubahan dan kerusakan yang terjadi selanjutnya akan menyebabkan kebocoran bahan-bahan intraseluler dan terganggunya sistem metabolisme sel. Untuk memperoleh kandungan senyawa bioaktif pada tumbuhan, faktor penting yang harus diperhatikan adalah metode ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu senyawa tertentu menggunakan pelarut organik berdasarkan derajat polaritasnya. Pemilihan metode ekstraksi yang sesuai sangat menentukan kualitas dari senyawa antibakteri yang akan dihasilkan. Salah satu metode ekstraksi yang umum digunakan untuk mengekstrak senyawa bioaktif pada tumbuhan adalah metode ekstraksi bertingkat. Dalam metode ini proses ekstraksi terbagi dalam tiga tahap. Proses ekstraksi tahap pertama dan kedua dilakukan dengan menggunakan pelarut non polar (n-heksana, sikloheksana, toluena, dan kloroform) dan semi polar (diklorometan, dietil eter, dan etil asetat), sedangkan proses ekstraksi tahap ketiga menggunakan pelarut polar (metanol, etanol dan air).
Salah satu jenis tumbuhan lumut yang sering diteliti kandungan bioaktifnya karena berfungsi sebagai antibakteri adalah Marchantia polymorpha. Menurut Asakawa, seorang peneliti asal Universitas Tokushima Bunri Jepang, M. polymorpha termasuk ke dalam kelas lumut hati (hepaticae). Sifat antibakteri ekstrak lumut M. polymorpha dipengaruhi kuat oleh senyawa fenolik sederhana yang disebut Marchantin A. Lebih lanjut, sebagai perbandingan Asakawa menyatakan bahwa untuk mendapatkan 120 gram senyawa Marchantin A dalam bentuk murni, maka dibutuhkan sebanyak 6,67 kilogram bahan lumut dalam bentuk kering. Penelitian lainnya terkait bioaktivitas tumbuhan lumut adalah pengujian ekstrak lumut Plagiochasma commutata terhadap beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penelitian ini dilakukan oleh Ilhan, seorang peneliti asal Universitas Osmangazi Turki. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ekstrak dari lumut P. commutata memiliki aktivitas antibakteri yang kuat terhadap bakteri uji yang digunakan. Bakteri uji Gram positif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Bacillus mycoides, B. cereus, B. subtilis, dan Micrococcus luteus, sedangkan bakteri uji Gram negatif, meliputi: Klebsiella pneumoniae, Yersinia enterocolitica, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Enterobacter aerogenes.
Hasil-hasil dari penelitian di atas memberi gambaran singkat bahwa ekstrak tumbuhan lumut memiliki aktivitas biologis sebagai antibakteri. Antibakteri yang diperoleh ini nantinya diharapkan dapat digunakan secara luas dalam dunia medis. Terlebih lagi sebelumnya mengingat bahwa kondisi wilayah Indonesia memiliki beragam jenis tumbuhan lumut yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Permasalahan :
1. Mengapa sebagian besar senyawa terpenoid hanya terdapat pada tumbuhan ? lalu bagaimana pengaruh kereaktifan terpenoid tersebut terhadap pertumbuhan tumbuhan ?
2. Apa yang membedakan antara terpenoid dengan dengan fenolik sedangkan dikatakan bahwa fungsi keduanya sama yaitu merusak struktur dinding sel dan mengubah permeabilitas membran sitoplasma sel. Apakah terpenoid dan fenolik memiliki struktur atau gugus yang sama sehingga memiliki fungsi yang sama pula dalam mencengah bakteri atau kanker ?
3. selain pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi apa saja yang dapat digunakan untuk menguji terpenoid dalam ekstrak tesebut, dan apa saja perbedaannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard??
Saya akan menjawab permasalahan nomor 2.
BalasHapusFlavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat di alam sehingga dikatakan fenolik . Terpenoid dan fenolik itu memiliki gugus fungsi yang berbeda . Tetapi keduanya berfungsi sama dalam pencegahan bakteri ataupun kanker .
Fungsi antimikroba adalah mengganggu dan merusak metabolisme suatu mikroorganisme. Ada banyak jenis penggangguan metabolisme ini, baik oleh perusakan membran sitoplasma oleh senyawa fenolik dan mendenaturasikan protein juga penghambatan enzim oleh senyawa terpenoid pada minyak atsiri. Kedua jalan tersebut sama-sama kuat, sehingga efek antimikroba berjalan dengan baik.oleh karena itu keduanya memiliki tugas masing masing dengan tujuan yang sama untuk mencegah mikroorganisme
Saya akan mencoba menjawab permasalahan anda yg ke 3Kelompok lipid seperti fosfolipid dan sterol merupakan komponen penting yang terdapat dalam membran semua sel hidup. Kolesterol adalahsterol utama yang banyak terdapat di alam. Untuk mengetahui adanya sterol dan kolesterol, dapat dilakukan uji kolesterol menggunakan reaksi warna. Salah satu diantaranya ialah reaksi Lieberman Burchard. Uji ini positif bila reaksi menunjukkan warna yang berubah dari merah , kemudian biru, dan hijau. Warna hijau yang terjadi sebanding dengan konsentrasi kolesterol dalam bahan.
BalasHapusSaya akan menjawab permasalahan tiga. pereaksi liberman itu harus dengan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Kalau dengan pereaksi lain itu namanya bukan reaksi Lieberman Burchard. Pereaksi lain ,,pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorf.untuk uji alkaloid . Menggunakan peraksi LB ,dilakukan dengan ujiwarna ,,,. Timbulnya warna merah jingga atau ungu menandakan uji positif terhadap triterpenoid, sedangkan warna biru menunjukan uji positif untuk steroid.
BalasHapusSaya akan mencoba menanggapi permasalahan Anda yang pertama :
BalasHapusSenyawa terpenoid lebih banyak terdapat ditumbuhan daripada dihewan, dikarenakan salah satu sifat dari senyawa metabolit sekunder atau bahan alam yaitu mampu menjadi senyawa perlindungan terhadap hama. Selain itu, juga dikarenakan pada tumbuhan banyak terkandung minyal atsiri dan terpenoid itu sendiri ada didalam minyak atsiri tersebut.
Untuk pengaruh dari kereaktifannya, menurut saya dengan kereaktifan struktur terpenoid pada suatu tumbuhan akan berpengaruh pada daya hambat metabolit sekunder didalam tumbuhan itu sebagai suatu senyawa antibakteri.
Saya akan menjawab permasalahan nomor 2.
BalasHapusFlavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat di alam sehingga dikatakan fenolik . Terpenoid dan fenolik itu memiliki gugus fungsi yang berbeda . Tetapi keduanya berfungsi sama dalam pencegahan bakteri ataupun kanker .
Fungsi antimikroba adalah mengganggu dan merusak metabolisme suatu mikroorganisme. Ada banyak jenis penggangguan metabolisme ini, baik oleh perusakan membran sitoplasma oleh senyawa fenolik dan mendenaturasikan protein juga penghambatan enzim oleh senyawa terpenoid pada minyak atsiri. Kedua jalan tersebut sama-sama kuat, sehingga efek antimikroba berjalan dengan baik.oleh karena itu keduanya memiliki tugas masing masing dengan tujuan yang sama untuk mencegah mikroorganisme